Home / Hukrim / Irjen Pol Purn Sisno Adiwinoto: Tindak Tegas Kejahatan Penggunaan ARTA Bekas
Irjen Pol Purn Sisno Adiwinoto: Tindak Tegas Kejahatan Penggunaan ARTA Bekas
Jakarta, katakabar.com - Kejahatan sekalipun tergolong kejahatan biasa, bila dampak yang ditimbulkannya berpotensi sebabkan kerugian materi dan korban jiwa baik secara kualitatif maupun kuantitatif, menarik perhatian masyarakat yang umumnya menuntut agar keadilan ditegakkan secara optimal lewat pemberian sanksi yg berat sepadan dengan perbuatan yang dilakukan para pelakunya.
Sebagai contoh aktual kejahatan penggunaan alat rapid test Antigen bekas yang dilakukan petugas Kimia Farma yang berhasil diungkap Polri di Bandara Sukarno Hatta dan bandara Kualanamu Medan baru-baru ini.
Mengenai kasus tersebut, konferensi Pers Polri telah menjelaskan tentang kegiatan penegakan hukum yang dilakukan Polri baik dari aspek modus operandinya maupun latar belakang pelakunya, telah mendapatkan tanggapan yang positif baik dari masyarakat luas maupun pemerintah.
Sisi lain muncul kesan adanya ketidak adilan dalam penanganan kasus ini karena para pelakunya, cuma diancam hukuman maksimal 6 tahun, bahkan ada yang berpendapat mestinya para pelakunya dikenakan sanksi hukuman sepuluh tahun penjara atau penjara seumur hidup karena akibat yang ditimbulkannya dapat membahayakan jiwa manusia dan berpotensi menularkan virus Covid 19 secara langsung.
Sesuai semangat POLRI Presisi, maka dalam melakukan tindakan hukum terhadap para pelakunya, dan yang harus dilakukan Polri adalah mengungkap jaringan pelaku hingga tkuntas ke akar-akarnya. Jangan cuma pelaku tingkat pelaksana bawahnya saja tapi hingga pada pelaku utama (master mind), termasuk menelusuri aliran dana hasil kejahatannya melalui TPPU untuk menciptakan efek jera yang deteren.
Selain itu, perlu dijatuhkan vonis yang dapat menciptakan efek jera kepada para pelaku sesuai asas "Salus populi suprema lex esto" (keselamatan masyarakat adalah hukum tertinggi) yang dapat menjadi pertimbangan bagi hakim dalam memutuskan berat ringannya vonis di pengadilan berdasarkan mensrea (niat) dan kepedulian para pelakunya terhadap akibat yang ditimbulkan bagi keselamatan jiwa para korbannya.
Menggunakan rapid tes antigen bekas dapat berakibat fatal bagi masyarakat, apalagi lingkup distribusinya yang sangat luas, sehingga pelakunya seharusnya mendapatkan hukuman yang maksimal. Dengan demikian tuntutan rasa keadilan bagi masyarakat akan dapat terpenuhi, selain untuk menimbulkan efek deteren yang kuat bagi calon pelaku baru lainnya untuk memcegah perbuatan yang serupa.
Untuk itu sebaiknya Polri bertindak tegas dan keras terhadap para pelaku kejahatan berat tersebut yang telah melakukan pemalsuan peralatan test antigen Covid 19 , agar dapat menunjukkan kepada masyarakat peran Polri sebagai penegak hukum yang berkeadilan, memberi rasa aman dan mengayomi masyarakat dapat diwujudkan.
Proses penanganan perkara yang dilakukan Polri bakal sempurna apabila pada akhirnya pelaku mendapatkan hukuman yang setimpal berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku. Untuk dapat menentukan vonis yang setimpal kepada para pelakunya adalah ranah penuntut umum dan hakim, sebab dalam Criminal Justice System ada Institusi selain Polri yaitu Kejaksaan dan Kehakiman.
"Hakim pada akhirnya memiliki kewenangan untuk menjatuhkan hukuman yang serimpal kepada para pelakunya.
Kita semua berharap agar “asas Salus populi suprema lex esto, keselamatan masyarakat adalah hukum tertinggi" dapat menjadi pedoman dalam membuat sebuah keputusan hukum."
Tak cuma itu, dari aspek normatif penggunaan peralatan rapid test Antigen bekas yang dilakukan petugas Kimia Farma baik di Bandara Kualanamu, Sumatera Utara maupun Bandara Soekarno Hatta dapat dikenakan Undang-undang kesehatan dengan ancaman hukuman 10 tahun atau Undang-undang perlindungan konsumen dengan ancaman hukuman 5 tahun.
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan yang mengatur larangan memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan khasiat atau kemanfaatan dan mutu dengan ancaman pidana 10 tahun. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yang mengatur larangan bagi pelaku usaha memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dalam ketentuan perundang- undangan dengan ancaman pidana 5 tahun.
Pengenaan sanksi kumulatif yg berdasarkan pada ketentuan2 hukum tersebut akan dapat memberikan sanksi yg setimpal bagi para pelakunya. Kini saatnya bagi aparat penegak hukum untuk mencegah agar kejadian serupa tidak terjadi lagi diseluruh Indonesia.
Komentar Via Facebook :