Home / Ekonomi / Pemprov Riau Tingkatkan Swasembada Daging Sapi Lewat SISKA
Pemprov Riau Tingkatkan Swasembada Daging Sapi Lewat SISKA
Pekanbaru, katakabar.com - Sistem Integrasi Sapi-Kelapa Sawit (SISKA) salah upaya Pemerintah Provinsi Riau terus meningkatkan swasembada daging sapi di tingkat petani.
Program ini dilakukan lantaran kebutuhan daging sapi di Riau mencapai 19.480 ton per tahun setara 152 ribu ekor sapi per tahun. Sedang populasi sapi di Riau mencapai 209.601 ekor, tapi sapi yang dapat dipotong cuma 24 ribuan.
"Kebutuhan sapi di Riau sangat tinggi, tapi masih kurang sekitar 128 ribu ekor setara 84 persenan. Untuk memenuhi kebutuhan daging sapi itu mesti dari luar Riau," kata Sekretaris Daerah Provinsi Riau, SF Hariyanto pada diskusi implementasi SISKA di Pangeran Hotel Kota Pekanbaru, Jumat (15/7)
Merujuk data itu, SF Hariyanto berharap integrasi peternakan sapi di lahan kelapa sawit bisa meningkatan jumlah sapi di Bumi Melayu. Terutama lewat kerja sama perusahaan-perusahaan sawit swasta yang memiliki lahan plasma.
"Luas kebun sawit di Riau mencapai 3,6 juta hektar. Kalau perusahan perkebunan sawit dapat kerja sama dengan masyarakat untuk ternak sapi pasti ini bisa. Kalau lahan sawit 3,6 juta hektar, satu ekor sapi dalam 2 hektar, artinya populasi sapi bisa mencapai lebih kurang 1,6 juta ekor," tegasnya seperti dikutip dari situs resmi Pemprov Riau, pada Sabtu (16/7).
Lewat program sapi terintegrasi dengan kelapa sawit, diharapkan kebutuhan sapi tidak lagi bergantung dengan daerah lain. Riau dengan lahan yang luas dipastikan mampu memenuhi kebutuhan lokal untuk daging sapi.
"Jika dikembangkan, kebutuhan sapi di Riau tidak perlu mendatangkan dari luar Riau. Kendala selama ini masyarakat sama perusahaan belum tahu terkait integrasi ini. Setelah pertemuan SISKA ini sapi dapat kita kembangkan di Riau," bebernya.
Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Riau, Herman menilai kebutuhan sapi di Riau cuma mampu dipenuhi sapi lokal sekitar 15,82 persen. Padahal kebutuhan sapi setiap hari di salah satu rumah potong hewan bisa 40 ekor yang didatangkan dari luar provinsi.
"Kita ambil contoh kebutuhan di Rumah Potong Hewan (RPH) Pekanbaru, rata-rata setiap hari 40 ekor sapi dipotong, tapi itu didatangkan dari luar, seperti dari Sumatera Utara, Lampung dan daerah lain," jelasnya.
Jika tak segera dicarikan solusi, dikhawatirkan kebutuhan bakal tersendat. Lihat saat ada wabah LSD, kebutuhan sapi tersendat dan sempat tidak ada pemotongan.
"Lantaran pasokan sapi kita tersendat, terjadi kelangkaan daging sapi di Pekanbaru. Dari situ permintaan tinggi, tapi ketesediaan sedikit dan harga daging sapi tinggi," tambahnya.
Ketua Team Leader SISKA, Wahyu Darsono menimpali, pihaknya melakukan pelatihan untuk mengembangkan peternakan sapi terintegrasi.
"Pada 2021 lalu ada kewajiban moral untuk mengembangkan integrasi sapi-kelapa sawit di Kalimantan Selatan. Terus, di tahun ini coba kembangkan ke Provinsi Riau untuk meningkatkan populasi sapi," sebutnya. imbuh
Soal terinfegrasi ini sambung Wahyu, ada dua pola yang dilakukan. Apakah sapi mau dikandangkan atau digembalakan. Tapi dari pengalaman digembalakan lebih efektif untuk dilakukan lantaran ada banyak keunggulan.
Melihat luasan lahan sawit di Riau, saya optimis potensi sapi bisa dikembangkan di Bumi Melayu. Apalagi perusahaan swasta bersedia menyediakan lahan sawit untuk bermitra dengan masyarakat atau kelompok peternak sapi lokal.
"Bila perusahaan bermitra, ini dapat menambah populasi dan meningkatkan kebutuhan di Riau. Prinsipnya kebutuhan sapi kita cukup tinggi dan ada potensi ini untuk dikembangbiakkan agar impor kita tidak terus dilakukan," tandasnya.
Komentar Via Facebook :