Home / Kabar Khusus / Potret Pilu Para Manula di Panti Jompo, Tidur di Atas Coran Semen
Potret Pilu Para Manula di Panti Jompo, Tidur di Atas Coran Semen
Pekanbaru, katakabar.com - Dua hari terakhir media sosial (medsos) instagram di Ponorogo diramaikan dengan beredarnya foto-foto para manula yang terlihat tengah tidur-tiduran di atas cor semen menyerupai tempat tidur. Empati dan simpati dari warganet pun meramaikan media sosial di Ponorogo.
Salah satunya di medsos akun instagram Info Ponorogo. Dalam akun tersebut mengunggah foto-foto para lansia tengah tidur di atas cor semen. Berbagai komentar pun menghiasi akun tersebut hingga ada yang mengajak netizen menyumbang memberikan alamat lokasi.
Penjelasan Pihak Panti
Menanggapi viralnya foto-foto itu, pemilik Panti Dhuafa Lansia Ponorogo, Rama Philips membenarkan kondisi di panti yang dimilikinya. "Memang kondisinya seperti itu. Tapi dialasi kasur bus dengan matras anti air," kata Rama, Kamis (21/11).
Dia menyebutkan, tujuan tempat tidur dari coran itu untuk mempermudah para lansia beraktivitas. Karena para lansia itu jika buang air besar maupun air kecil langsung di tempat.
"Biar mudah saja. Mempermudah relawan saat membersihkan tubuh para lansia," urainya.
Dia mengatakan, perihal lansia yang viral karena tidur di coran semen hanya untuk duduk. Bukan untuk tidur seperti yang diviralkan.
Menurutnya, saat ini ada 90 orang yang berada di panti dhuafa lansia. Terdiri dari 15 lansia, 65 penghuni panti dan 10 relawan.
Dia mengaku, 15 orang adalah yang tidur di atas cor semen. Karena tidak bisa jalan ke kamar mandi.
Sedangkan 65 penghuni lansia tetapi masih bisa beraktivitas ditempatkan di tempat tidur yang ada kasurnya. Itu pun, kata dia, menggunakan kayu seadanya.
Kemudian, Rama bercerita bahwa menampung lansia hingga ODGJ tidak mudah. Karena banyak cerita yang harus dilalui.
"Dulunya saya seperti mereka. Pemulung yang pasti dijauhi oleh orang-orang," katanya saat ditemui di rumahnya.
Namun kondisinya berubah, saat mengenal dengan dunia akik saat itu. Dengan modal Rp 80 ribu di tahun 2015, Rama berangkat ke Kecamatan Sawoo mencari batu yang bisa diubah menjadi akik. Saat itu jenis batunya kaseldon.
"Saya membeli bongkahannya. Lalu saya potong-potong kecil-kecil saya jual. Dari Rp 80 ribu menjadi Rp 4 juta," kata dia.
Tidak sampai di situ, dia terus mengembangkan usaha batu akiknya. Hingga terkahir bisa berkembang menjadi Rp 486 juta. "Langsung saya investaikan tanah, rumah dan lain-lain," jelasnya.
Saat di tengah-tengah menjalankan jual beli akik, lanjut ia, bertemu dengan mbah-mbah yang sudah tua tapi masih menjadi kuli panggung. Ia pun mengikuti si mbah tersebut.
"Saya tanya, ternyata eks transmigran, istrinya meninggal dan tidak punya anak. Mbah itu kembali ke Ponorogo hanya ada keponakan. Rupanya diusir dari rumah dan haru kerja keras dan tinggal di sebuah gubug seadanya," bebernya.
Rama mengaku, akhirnya memutuskan menampung si mbah itu. "Ya saya teringat nasib saya waktu jadi pemulung. Keluarga juga setuju menampung," terangnya.
Dari situ, kemudian menemukan lansia lainnya juga. Akhirnya ditampung lagi semakin banyak. Hingga sekarang menjadi 100-an lansia yang ditampung.
"Jadi bisnis akiknya melesat kemudian redup, saya diberi amanah oleh Tuhan. Ya saya tampung juga. Ya alasannya saya pernah seperti mereka," jelasnya.
Komentar Via Facebook :