Home / Lingkungan / Konflik Lahan Warga dan PT SRL, Ketua LMCM Riau: Perusahaan Sudah Melanggar UUD
Konflik Lahan Warga dan PT SRL, Ketua LMCM Riau: Perusahaan Sudah Melanggar UUD

LMCM Riau soroti konflik lahan warga dan PT SRL. Foto Elbi.
Meranti, katakabar.com - Lahan kebun milik sebanyak 17 keluarga di Desa Tanjung Kedabu, Kecamatan Rangsang Pesisir, Kabupaten Kepulauan Meranti diduga diserobot PT Sumatra Riang Lestari (SRL).
Dugaan lahan kebun warga tersebut diserobot, dengan ditanaminya akasia oleh PT SRL di lahan kebun milik warga.
Seorang warga pemilik lahan bernama SP saat ditemui di rumahnya, pada Selasa (7/10) mengatakan, sebanyak 6 hektar lahan kebun sagu saya telah ditanami akasia oleh pihak PT SRL.
"Lihat, lahan itu sudah ditanami akasia oleh PT SRL. Saya tidak tahu kapan akasia ditanam, sebab saat itu saya sedang tidak berasa di kebun sagu," ujar SP.
Warga lainnya Mul mengakui sangat cemas tentang konflik lahan kebunnya. "Kalau persolan ini tidak bisa diselesaikan daerah, dengan cara apapun kami pertahankan lahan ini," tegasnya.
Kepala Desa Tanjung Kedabu, Miswan menjelaskan, terkait penanaman akasia di lahan warga sekitar Agustus 2023 lalu. Itu belum ada koordinasi dengan pihaknya.
Sementara, Humas PT SRL, Eko
Lewat telelon selulernya pada Rabu (8/10) menuturkan, sebelumnya terkait kebijakan perusahaan mengelola lahan konsesi sudah melakukan koordinasi dengan warga setempat pada 27 Desember 2022 dan bulan Mei 2023 lalu, dihadiri camat dan kepala Desa.
Saat itu, kata Eko, perusahaan tawarkan ganti rugi pada lahan warga yang termasuk kawasan ijin konsesi perusahaan sehingga dilakukan penanaman. Penanaman dilakukan sesuai waktu kerja pukul 07.00 WIB pagi hingga selesai, bukan sembunyi- sembunyi seperti yang dikatakan warga setempat.
Ketua Laskar Melayu Cendikiawan Muda (LMCM) Propinsi Riau, Jefrizal, pada Rabu (8/10) di Kafe 58 di kawasan Jalan Merdeka Selatpanjang menjelaskan, harus dilakukan peninjauan ulang terkait tentang batas lahan tersebut.
"Soalnya hingga saat ini belum jelas batas lahan sesuai yang Permenhut yang dikeluarkan oleh PT SRL pada 25 Desember 2022," ucapnya.
Lahan yang digarap perusahaan PT SRL itu, sebut Jedrizal, terkesan sesuka hati, tidak punya koordinat yang jelas. Jadi, kerugian besar bagi masyarakat, khususnya Desa Tanjung Kedabu.
"Dudukkan segera tapal batas. Terkait persoalan yang disampaikan Humas masalah duduk bersama warga, itu sama sekali bukan ditujukan ke warga-warga yang punya lahan koordinatnya dioperasikan perusahaan," tegasnya.
Untuk itu, lanjutnya, langkah mesti dilakukan pihak perusahaan mendudukkan titik koordinat segera bersama pihak Polda maupun Polres.
Tentang penerbitan SK Menhut 208/II/2007 pada 25 Mei 2007 silam dan berubah menjadi SK Menhut 135/XII/2022 terkait ekosistem gambut adalah ketentuan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 14/Permentan/Pl.110/2/2009 tentang Pedoman Pemanfaatan Lahan Gambut untuk budidaya tanaman akasia.
Permentan tersebut menentukan kriteria lahan gambut yang dapat digunakan untuk budidaya tanaman akasi ialah harus berada di kawasan budidaya (FBEG), yakni kawasan yang berasal dari pelepasan hutan atau Area penggunaan lain (APL).
Tumpang susun peta SK Menhut 135/XII/2022 dengan Peta Kesatuan Hidrologis Gambut Nasional memperlihatkan areal tersebut berada di atas 9000 hektar Fungsi Lindung Ekosistem Gambut Non Kubah Gambut dan 3517 hektar Fungsi Lindung Ekosistem Gambut Kubah Gambut. Dan hanya 18.890 hektar yang berada di Fungsi Budidaya, artinya 60 Persen dari area kampung sudah digarap pihak perusahaan.
Kedua, Keluarnya SK Menhut 135/XII/2022 patut diduga sengaja abai terhadap rujukan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut yang telah diubah melalui Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2016.
Pasal 26 PP tersebut secara tegas memberi larangan pembukaan lahan baru di Fungsi Lindung Ekosistem Gambut yang awalnya SK Menhut 208/II/2007.
"Kami melihat penerbitan SK Menhut 135/XII/2022 pada 31 Desember 2022 dengan Luas area 3517 hektar oleh PT SRL wilayah V Ester Rangsang dengan posisi 60 persen dari wilayah perkampungan Desa Tanjung Kedabu telah masuk wilayah konsesi perusahaan dimaksud dan sudah menyalahi ketentuan perundang-undangan, melanggar ketentuan perlindungan ekosistem pesisir laut dan gambut, dan abai pada keberadaan masyarakat," ulasnya.
Menurut Ketua Umum Laskar Melayu Cendikiawan Muda (LMCM) Propinsi Riau ini, segera membuat laporan kepada Presiden RI, Joko Widodo, 'SK Menhut membunuh masyarakat dan menghilangkan kampung nenek Moyang.
"Pada 15 Agustus 2023 lalu, terkait rapat daerah dengan DPRD kita sudah menyerahkan hasil rapat ke Polres Kepulauan Meranti untuk ditindaklanjuti dan saat ini menunggu hasil dari laporan," sebutnya.
Komentar Via Facebook :