Home / Opini / Banjir Medan, Antara Pembenaran dan Kesadaran
Banjir Medan, Antara Pembenaran dan Kesadaran
Medan, katakabar.com- Banjir itu menjadi momok bagi masyarakat Kota Medan saat hujan turun. Sedih, haru bagi kita yang melihat dengan kaca mata bahwa Medan sebagai Kota Tua yang harusnya sudah maju sampai disebut "Metropolitan".
Apakah sebutan itu pantas disematkan untuk Kota Medan saat ini. Miris rasanya. Setiap berganti kepemimpinan, isu banjir selalu menjadi isu sexy. Para calon selalu menyerang incumbent dan menawarkan solusi. Tapi nyatanya setiap berganti kepemimpinan banjir tetap melanda Kota Medan.
Perlu kembali dilihat apakah 7 misi yang tertung dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan 5 program prioritas benar benar sudah berjalan sesuai dengan yang diinginkan masyarakat.
Mulai dari perencanaan dengan performance indicator yang tepat, apakah input, output, outcomes, benefit dan impact yang selaras dengan visi dan misi melalui penganggaran yang tepat dan efisien atau semua hanya lipst saja.
Lima prioritas program dengan segala macam masalahnya seperti kebersihan yang jauh panggang dari api dan infrastruktur jalan yang tak layak, serta heritage yang berdampak konfik sosial, dimana seharusnya empat program ini mudah untuk ditangani, apalah lagi dengan banjir yang ada campur tangan alam nyaris hanya mimpi menjadikan Medan bebas banjir.
Alasan debit air yang meningkat karena hujan dan sebagainya masih tetap menjadi alasan atau pembenaran (justifikasi) permisifnya yang punya wewenang beralasan.
Setidaknya ada beberapa hal secara umum yang harus menjadi catatan pemegang kebijakan kota Medan untuk berperan:
1. Ganti pejabat yang tidak mampu menyusun dan melaksanakan program sesuai dengan perfornance incator yang benar-benar mampu menelaah apakah keinginan pemerintah sudah sesuai dengan stake holder yang berkomitmen dan profesional untuk memajukan medan.
2. Pilih pejabat yang bisa paham memanage dan mengarahkan anggotaya dalam menyusun progran yang detail dan terukur secara kualitatif dan kuantitatif selaras dengan keinginan stake holder.
3. Kemudian memilih pelaksana project yang menyelesaikan masalah tanpa ada masalah. Jamak kita lihat hampir setiap penggalian drainase dibiarkan atau lama ditutup. Akibatnya muncul masalah baru, masyarakat pedagan kaki lima atau masyarakat yang cari makannya dipinggir jalan terganggu apabila ada pembeli, customer yang akan singgah. Seolah olah kelihatan arogansi pelaksana project bahwa mereka wakil pemerintah yang punya wewenang lebih, padahal funsi pemerintah adalah pelayan masyarakat.
4. Menentukan saat pembangunan atau pelaksanaan project penanganan banjir, bukan dibulan yang perkiraan curah hujannya tinggi. Inilah perlunya kolaborasi yang apik antar instansi dan institusi.
5. Membangun sinergi aparatur termasuk Walikota dan Wakil Walikota dengan masyarakat dengan tetap menginat bahwa pejabat itu dibiayai negara untuk melayani rakyatnya. Dalam hal ini hilangkn arogansi kekuasaan, jangan seperti kacang lupa akan kulitnya.
Dengan demikian kekuatan dan kolaborasi pemimpin dengan masyarakat akan membuahkan cara penyelesaian banjir yang efektif dan efisien secara holistik, manunggal antara pemerintah dan rakyat Kota Medan.
Pembangunan seutuhnya akan terasa sehingga apa yang menjadi visi dan program prioritas tidak bergerak di ruang hampa.
Catatan ; H Ade Suherman SE MSi MH , Sekum Lembaga Budaya Melayu Tuah Deli
Komentar Via Facebook :