Home / Mitos dan Fakta / Evolusi Terbaru Industri Sawit Indonesia: Petani Tak Kesulitan Apalagi Kekurangan Bahan Pangan
Evolusi Terbaru Industri Sawit Indonesia: Petani Tak Kesulitan Apalagi Kekurangan Bahan Pangan
katakabar.com - Petani terutama dan masyarakat desa sawit bisa mengalami kekurangan bahan pangan. Begitu di antara deretan isu atau rumor terbilang dahsyat menyudutkan industri kelapa sawit di Nusantara (Indonesia).
Mitos mengenai kekurangan bahan pangan tersebut erat berkaitan dengan ketersediaan (availability) dan keterjangkauan (affordability) kepada bahan pangan, yang berhubungan dengan kemampauan pendapatan petani kelapa sawit menjangkau bahan pangan.
Apa benar petani dan desa sawit mengalami kekurangan bahan pangan?
Rumor itu tidak benar. Pendapatan petani kelapa sawit relatif lebih tinggi dan stabil sepanjang tahun. Dampaknya kepada peningkatan daya beli bahan pangan bagi petani dan anggota keluarganya. Peningkatan pendapatan petani sawit berarti meningkatkan akses rumah tangga petani sawit pada pangan (Apreisan et al, 2020).
Berbagai studi empiris (Rist et ak, 2010; Budidarsono et al, 2012; Euler et al, 2017; Qaim et al, 2020; Chrisendo et al, 2019) menegaskan peningkatan pendapatan petani kelapa sawit berkontribusi pada terpenuhinya kebutuhan nutrisi/kalori (nutrition/intake) pada rumah tangga petani kelapa sawit.
Itu artinya, pemenuhan nutrisi mampu mengurangi prevalensi malnutrisi, meningkatkan kualitas dietary, dan menjamin tercukupinya food security pada level rumah tangga.
Demikian pula desa lainnya yang tidak terlibat secara langsung dengan perkebunan kelapa sawit, tapi bekerja pada sektor ekonomi lainnya yang berkembang lantaran perkebunan kelapa sawit.
Pendapatan dan daya beli masyarakat desa secara keseluruhan mengalami peningkatan, sehingga dapat memenuhi kebutuhan pangan. Dari demand side, peningkatan pendapatan meningkatkan keterjangkauan masyarakat terhadap bahan pangan.
Sedang, dari supply side, masyarakat Desa Sawit pun memiliki peningkatan akses (accessibility) dan ketersediaan (availability) pada sumber pangan di sekitar pedesaan melalui tiga mekanisme.
Pertama, budidaya integrasi sawit dengan tanaman pangan dan peternakan yang meningkatkan ketersediaan bahan pangan di sekitar pedesaan.
Kedua, masyarakat di desa sawit memperoleh produk pangan yang disuplai masyarakat desa lainnya (Desa Non-Sawit) yang menjadi sentra pertanian, peternakan, dan perikanan.
Ketiga, berkembangnya jumlah warung atau kedai makanan di desa sawit. Patut dicatat, petani kelapa sawit secara langsung memang produsen bahan baku minyak goreng sawit. Tapi petani sawit sekaligus menjadi konsumen minyak goreng sawit, baik yang dikonsumsi dalam rumah tangga maupun yang dikonsumsi di luar rumah tangga (UMKM warung/kedai makanan).
Berdasan penjabaran tersebut menunjukkan meningkatnya pendapatan (affordability) dan ketersediaan (availability) berkontribusi pada peningkatan akses (accessibility) petani sawit dan masyarakat desa sawit terhadap pangan.
Kondisi demikian, dapat
dipahami petani kelapa sawit maupun masyarakat aesa sawit tidak mengalami kesulitan atau kekurangan bahan pangan. (sumber: Buku Mitos vs Fakta Industri Minyak Sawit Indonesia dalam Isu Sosial, Ekonomi dan Lingkungan Global Edisi Keempat, PASPI 2023. Bersambung...
Komentar Via Facebook :